Racun Tanpa Penawar

Apa yang lebih dekat dengan kita selain kematian? Si pemutus segala kelezatan. Pemisah kenikmatan. Ia menerkam dimana saja kita berada. Kapanpun dan bagaimanapun caranya. Betapa banyaknya pun yang mencintai kita, namun ia tak dapat menjadi penawar untuk membangkitkan kita kembali. Ya, Kematian adalah racun tanpa penawar. Suatu saat mau tak mau kita pasti menenggaknya lantas tiadalah kita. 

Siang tadi, ibunda sahabat saya meninggal dunia. Saya langsung kerumahnya. Menenangkan dirinya yang sudah tak karuan, saya memeluknya dan ia menangis sambil terus berkata lirih "udah nggak ada lagi mamaku sy.. Ini semua terasa mimpi. Ini mimpi. Ini mimpi". Airmata saya turut tumpah. Udah habis kata-kata saya untuk menenangkannya. Saya paham sekali. Dia sangat mencintai ibunya. Dan saya semakin terenyuh saat dia menciumi kaki ibunya dipembaringan. Ya Allah.. Pemandangan itu membuat hati saya sangat hancur. 

Hari ini didaerah saya ada 4 orang yang meninggal. Ini masih di sekitar Desa saya. Ketika sedang menulis ini saya benar-benar bingung, hati saya tak tenang. Saya merasa benar-benar tidak siap jikalau saya meninggal dan ditinggalkan. Belum lagi Allah menunjukkan kuasanya lewat diambilnya para Ulama, bencana alam di mana-mana, seperti bumi mau bilang kalau dia ingin berhenti berputar. 

Kalau dengar kabar meninggal, saya selalu lemas. Bahkan baru-baru ini saja saya bisa tahan melihat jenazah langsung. Melihat orang yang meninggal mengingatkan saya pada kematian saya sendiri. Di tahun 2016, saya pikir saya bakalan meninggal karena jatuh dari boncengan motor tepat dibawah truk minyak. Ah, sebenarnya saya nggak mau menceritakan ini, tapi sudahlah. Kalian bisa ambil hikmahnya. Akibat accident itu, dampaknya terasa sekali bahkan sampai sekarang. Dulu saya nggak bisa sekolah sampai 4 bulan lamanya dan menghabiskan masa-masa kelas 3 dengan pasrah. Tapi lihat sekarang! Now!  Sekarang saya yang menulis ini, masih ditangguhkan Allah hidupnya. Lambat laun saya mulai mengerti, bahwa Allah ingin saya menuntaskan apa yang ia takdirkan untuk saya. Ia ingin lebih banyak melihat taubat saya. Saya harus bisa menjadi lebih baik lagi setelah peristiwa itu meski pada kenyataannya, kelalaian justru semakin bertambah karena terlena pada usia yang panjang. Itulah manusia😭

Mati itu nggak harus nunggu sakit, nggak mandang tua muda, nggak karena melulu kecelakaan. Terkadang kabar kematian seseorang membuat kita bertanya kebingungan dan sering kita sebut dengan " Nggak nyangka ya". Sewaktu SD, teman saya meninggal karena terjatuh dari gundukan tanah yang tak terlalu tinggi yang bahkan saya juga beberapa kali terjatuh disitu namun tak mengapa. Tapi dia karena hal itu bisa meninggal. Ada yang sorenya masih main-main ke rumah malamnya sudah tiada. Ada yang ceria pagi-pagi pergi ke sekolah namun sepulang sekolah sudah dikabarkan meninggal. Ayah dosen saya meninggal sehabis berwudhu, ada yang tidur kemudian tak bangun lagi. Itu semua memang sudah dijadwalkan untuk kita. Kita di dunia ini sebenarnya hanya ngantri untuk mati. 

Jadi kita hanya menanti jadwal kematian kita. Entah bagaimana nanti kabar kematian kita. Kita memang nggak tau kapan akhir hidup kita, tapi kita bisa memilih bagaimana kematian itu menjemput kita. Su'ul khatimah atau khusnul khatimah. intinya, persiapkanlah bekal sebaik mungkin. Semoga kematian kita adalah kematian yang khusnul khatimah. Aamiin. 

Allahumma inni as aluka bi khusnul khatimah.. 
Bacalah pada akhir sujud di setiap shalatmu. 

#30haringeblog
#blogkeenambelas
#mati
#khusnulkhatimah

Comments

Popular posts from this blog

11 Drama Korea kesayangan Aissy

H O P E

6 Drama Melayu kesayangan Aissy